Selamat Datang di Blog ini....

Met Barbagi kawan...

14 Nov 2010

Intensifikasi Pajak dan Retribusi Kepariwisataan Kota Palu

Upaya meningkatan pendapatan dari sisi pajak dan retribusi usaha kepariwisataan dapat dilakukan dengancara ekstensifikasi pajak melalui memperluas objek pajak dan melakukan perbaikan internal institusi pengelola pajak danretribusi darah melalui intensifikasi. Intensifikasi pajak dan retribusi secara umum adalah memperbaiki pengelolaan internal orgaisasi pemungut retribusi sehingga diharapkan akan meningkatkan efisienso dan efektifitas pemungutan retribusi daerah. Secara umum program intensifikasi pajak dan retribusi usaha kepariwisataan di Kota Palu dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Analisis Potensi Pajak Dan Retribusi Usaha Kepariwisataan Daerah

Relatif rendahnya kontribusi pajak dan retribusi kepariwisataan di Kota Palu salah satunya adalah karena belum tergalinya potensi riil pajak dan retribusi usaha kepariwisataan. Tidak tergalinya potensi rill ini dikaenakan oleh tidak diketahuinya potenusaha kepariwisataan. Ketidak tahuan potensi riil pajak dan retribusi ini menyebabkan kesalahan dalam penetapan target capaian yang diharapkan pada tahun akan datang. Selama ini target pajak dan retribusi ditetapkan dengan hanya melihat data historis dan menggunakan metode peramalan trend untuk menetapkan target akan datang. Namun sesungguhnya potensi pajak dan retribusi rill yang ada mungkin lebih dari taget yang ditetapkan.

Hal ini terjadi karena dalam melakukan perhitungan potensi rill pajak dan retribusi, dilakukan dengan pendekatan lapangan langsung. Perhitungan yang lebih terinci di lapangan akan menggambarkan berapa besar potensi sesungguhnya pajak dan retribusi yang dapat diperoleh dari pajak dan retribusi.

Dengan mengetahui melakukan analisis potensi pajak dan retribusi usaha kepariwisataan, pemerintah dapat mengathui seseungguhnya berapa besar pajak yang sesungguhnya yang dapat diperoleh daru usaha kepariwisataan, dan berapa besar retribusi sesungguhnya yang dapat dicapai pemerintah dari perizinan usaha kepariwisataan.

Adanya data mengenai potensi rill dari pajak dan retribusi usaha kepariwisataan, pemerintah akan dapat menetapkan target penerimaan yang lebih riil, sehingga efektifitas pemungutan pajak dan retribusi dapat diketahui. Eefektifitas pemungutan pajak dan retribusi sesunguhnya di ukur dari perbandingan antara potensi pajak dengan hasil pencapaian pajak dan retribusi yang di ukur pada satuan waktu tertentu, yang biasanya adalah setahun. Berdasarkan hal tersebut hal pertama dilakukan adalah mengupayakan perhitungan potensi rill pajak dan retribusi usaha kepariwisataan melalui sebuah kajian yang mendalam mengenai analisis potensi pajak dan retribusi usaha kepariwisataan di Kota Palu.

2. Penambahan Sarana Bagi Pemungutan Pajak Dan Retribusi Daerah

3. Penambahan Personel Pengumpul Pajak dan Retribusi

Dalam melakukan intensifikasi pemerintah daearah harus menambah personel dan melakukan penertiban administrasi pada pos-pos retribusi. Saat ini berdasarkan hasil observasi menujukkan bahwa petugas pengumpul retrbusi masih relatif sedikit, dbandingkan dengan cakupan wilayah yang dijalani. Kebutuhan tambahan personel dalam pemungutan pajak dan retribusi ini juga diharapkan dapat menambah efektitas pemunguntan, karena dari hasil observasi dilapangan hanya 5 persen saja masyarakat yang datang sendiri membayar retribusinya.

Kondisi ini tentunya perlu ditindak lanjuti dengan lebih mengintensifkan pemungutan melalui jemput bola di lapangan. Proses ini tentunya membutuhkan personel yang lebih banyak lagi, mengingat cakupan Kota Palu yang terdiri dari empat kecamatan relatif luas untuk di dilakukan pemungutan dengan sistem jemput bola atau door-to-door. Penambahan personel ini nantinya diharapkan akan meningkakan jumlah pembayar pajak dan retribusinya, serta memberikan kemudaha layanan bagi wajib pajak dan retribsi dalam menjalankan kewajibannya.

4. Sosialisasi dan pemberian penyuluhan yang memadai kepada masyarakat mengenai ketentuan pajak dan retribusi daerah

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjalanka kewajiban sebagai wajib pajak dan retribusi, mengharuskan pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi kepada masarakat. Hl ini juga telah dinyatakan dalam perda mengenai pajak dan retribusi, bahwa merupakan tugas pemerintah daerah untuk melakukan sosialisai pajak dan retribusi. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat khususnya wajib pajak /wajib pungut, serta memberikan insentif baik kepada wajib pajak dan retribusi bila memungkinkan kepada pengusaha kepariwisataan pembayar pajak terbaik diberikan hadiah 1% dari hasil pungutan pajak. Kepada wajib pajak hotel, bill hotelnya diundi dan kepada pemenang diberikan hadiah.

5. Peningkatan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Dan Retribusi Daerah

Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah Untuk menutup atau mencegah kebocoran dan manipulasi dalam pembayaran pajak hotel antara lain dilakukan upaya; mengirim petugas/pegawai ke hotel, restoran dan tempat hiburan pada malam-malam hari libur untuk memantau jumlah tamu yang menginap dan makan untuk di cross cechk dengan laporan pajak mereka; secara insidentil melakukan pemeriksaan buku penerimaan hotel; sekali setahun melakukan verifikasi, bekerjasama dengan BPKP perwakilan; memintakan laporan tingkat hunian hotel dari instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu; melakukan audit internal terhadap realisasi penerimaan pajak hotel

6. Peningkatan pengawasan dan pengendalian antara lain :

1. Pengawasan dan pengendalian teknis, menitik beratkan pada pelaksanaan pemungutan dengan sasaran menyempurnakan sistem dan prosedur pemungutan dan pembayaran serta peningkatan pelayanan yang cepat dan cermat kepada WP, antara lain dengan cara penyediaan blanko setoran dan penyediaan petugas untuk membantu pengisian media setoran dan sebagainya.

2. Pengawasan dan pengendalian penatausahaan, yang lebih ditujukan pada kegiatan para pelaksana dan ketertiban administrasi, seperti mewajibkan kepada Kasubdin Pendaftaran dan Pendataan untuk selalu melaporkan dan memantau perkembangan udaha wajib pajak kepariwisataan. Mewajibkan kepada Kasubdin Pembukuan untuk setiap bulannya melaporkan kepada pimpinan realisasi penerimaan pajak, tunggakan, dan tagihan

14 Jul 2010

Citra perusahaan


Pada suatu perusahaan, citra atau image merupakan hal yang sangat penting yang dapat mempengaruhi positif atau negatif aktivitas pemasaran, dimana citra berperan dalam mempengaruhi perilaku dan keputusan pelanggan. Pengertian citra telah banyak diungkapkan oleh beberapa pakar yang mengkaji peran citra dalam mempengaruhi persepsi pelanggan


Norman (Dalam Kandampully and Dwi, 2000;347) mendefiniskan “Citra adalah hal yang dipertimbangkan untuk mempengaruhi pikiran pelanggan melalui dampak kombinasi dari iklan, publik relation, citra fisik, dari mulut ke mulut, dan pengalaman nyata dengan barang dan jasa.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa citra yang merupakan dampak dari bauran promosi, word of mouth, dan pengalaman pelanggan dengan suatu produk, dapat mempengaruhi persepsi dan pikiran pelanggan terhadap apa yang ditawarkan oleh produk tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Kandampully dan Hsin (2007:437) bahwa “Citra hotel dipercaya memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan pelanggan untuk menginap di hotel.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa citra sebagai aspek kognitif, telah menjadi pertimbangan pelanggan dalam menilai sebuah produk. Perbedaan persepsi citra perusahaan di benak masing-masing pelanggan, akan membawa dampak perbedaan persepsi pelangaan terhadap apa yang ditawarkan perusahaan.
Dua pendapat tersebut juga didukung Kotler (2000;208) bahwa “’ citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh sesorang terhadap suatu objek. Sikap dan tindakan orang terhadap objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut.” Dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sikap dan perilaku pelanggan terhadap perusahaan dapat dipengaruhi oleh citra perusahaan tersebut dimata pelanggan. semakin baik citra perusahaan, maka pelanggan akan besikap dan berperilaku positif terhadap perusahaan.
Definisi citra juga dikemukanan oleh Nguyen and Gaston (2002;243) yang mendefinisikan “Citra adalah seluruh kesan yang terbuat dari pikiran masyarakat mengenai organisasi. Hal ini berhubungan dengan nama, arsitektur, jenis produk/jasa, ediologi, dan kesan dari kualitas komunikasi oleh tiap pekerja organisasi yang berinteraksi dengan klien. Menurut pendapat pendapat tersebut, citra perusahaan dicerminkan oleh nama atau identitas perusahaan, lingkungan fisiknya, jenis layanannya, ideologi perusahaan serta kemampuan komunikasi perusahaan dalam membangun kesan tersebut di benak pelanggan. Semakin baik kesan pelanggan terhadap beberapa aspek tersebut dan didukung oleh kemampuan komunikasi perusahaan maka kesan atau citra perusahaan juga akan semakin baik.
Flavian et.al (2004;367) juga mendefinisakan “Citra sebagai hasil interaksi semua pengalaman, kesan, kepercayaan-kepercayaan, perasaan dan pengetahuan seseorang tentang suatu perusahaan.” Pendapat ini juga mendukung beberapa pendapat di atas yang mengungkapkan bahwa citra merupakan hasil dari interakasi perusahaan dengan pelanggan baik melalui pengalaman maupun informasi, yang membangun kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
Berdasarkan beberapa pendapat para pakar mengenai citra perusahaan, maka citra dapat diinterprestasikan sebagai persepsi tentang fenomena, kesan yang diciptakan oleh perusahaan pada pikiran manusia melalui informasi dari perusahaan dan pengalaman seseorang dengan perusahaan tersebut. Persepsi seseorang terhadap suatu hal atau objek tidaklah sama dengan orang lain, oleh karena itu LeBlanc dan Nguyen (1996;44) menyatakan bahwa citra korporat bukan suatu kesatuan, karena itu bergantung pada persepsi dari tiap kelompok orang-orang dan jenis dari pengalaman-pengalaman dan kontak-kontak mereka dengan perusahaan. Pengalaman dan informasi yang berbeda dirasakan dan diterima oleh setiap orang akan menciptakan perbedaan persepsi pada suatu objek, sehingga citra perusahaan tersebut akan berbeda dipersepsikan oleh tiap orang.
Citra terlihat sebagai aspek kritis dari kemampuan perusahaan untuk memelihara posisioning pasar, citra mempunyai hubungan dengan aspek utama dari kesuksesan organisasi (Granbois dalam Blomer et al 1998:278). Semakin baik citra dari perusahaan akan memberikan nilai tambah dan posisioning bagi perusahaan di dalam pasar, sehingga perusahaan dapat meningkatkan penjualan dan pada akhirnya profitabilitas perusahaan akan meningkat. Ketika jasa dirasakan sulit untuk dievaluasi, citra perusahaan dipercaya dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas, evaluasi kepuasan pelanggan terhadap pelayanan dan loyalitas pelanggan (Adreassen and Lindestad ,1998;19). Pelanggan akan cenderung menggunakan jasa perusahaan yang menurut mereka memiliki citra yang baik atau citra yang dimiliki perusahaan konsisten dengan harapan mereka. Bahkan untuk orang yang tidak pernah melakukan bisnis atau transaksi pada sebuah perusahaan, dapat memperoleh kesan citra dan mungkin dapat pengaruh perilaku pembeliannya (Nguyen and Gaston, 2002;242)
Adanya citra yang baik dari suatu perusahaan mempunyai pengaruh yang potensial dalam mempengaruhi daya saing perusahaan, dan pemahaman yang baik terhadap evaluasi citra dapat menjadi nilai strategis ketika mengembangkan strategi periklanan yang diarahan pada penciptaan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan jasa. (Le Blanc and Nguyen, 1996;45). Flavian et.al (2004;367) juga menyatakan bahwa citra perusahaan yang kuat adalah sesuatu yang efektif untuk mendiferensiasikan produk dalam industri. Apabila citra perusahaan yang sudah baik menjadi rusak, akan sulit untuk memperbaikinya, bukan saja pelangggan yang tidak puas yang tidak akan mengulangi pembeliannya, tetapi mereka juga akan menginformasikan pada orang lain mengenai pengalaman buruk mereka.
Citra mempengaruhi pelanggan dalam beberapa cara. Pertama, citra mengkomunikasikan harapan-harapan, bersamaan dengan kampanye pemasaran eksternal seperti periklanan, penjualan pribadi, komunikasi dari mulut ke mulut. Perusahaan yang mempunyai citra yang positif di mata pelanggannya, cenderung akan mendorong pelanggan untuk melakukan komunikasi dari mulut ke mulut yang positif. Demikian pula sebaliknya, bila perusahaan mempunyai citra yang kurang baik maka cenderung pelanggan akan tidak akan memberikan rekomendasi atau menginformasikan ha-hal yang negatif terhadap jasa yang diterima.
Kedua, citra mempengaruhi pelanggan terhadap persepsinya tentang kualitas layanan. Gronross menambahkan dalam Andreasen and Lindestad (1998;11) bahwa citra mempengaruhi persepsi pelanggan karena fungsinya sebagai filter operasi perusahaan. Citra dapat mendukung persepsi seseorang terhadap kualitas pelayanan yang diterimanya. Citra dapat menjadi penyangga (buffer) terhadap terjadinya pelayanan yang buruk. Sebaliknya apabila terjadi kualitas yang buruk citra akan menjadi dalih dari ketidak kepuasan pelanggan dan memperkuat persepsi negatif terhadap layanan dalam kegiatan operasional layanan.
Menciptakan dan menjaga citra merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh perusahaan, sebab apabila citra perusahaan menjadi rusak, persepsi pelanggan terhadap perusahaan akan buruk. Perusahaan yang telah rusak citranya akan sulit diperbaiki, hal ini disebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat atau pelanggan. Berdasarkan hal itu, menjaga citra perusahaan berarti menjaga konsistensi pelayanan dan kualitas yang dihasilkan.
Nguyen and Gaston (2002;243) mengungkapkan bahwa citra perusahaan dibangun oleh apa yang pelanggan atau masyarakat rasakan dan ketahui mengenai perusahaan, peran dari promosi perusahaan sangat kuat mempengaruhi penciptaan citra perusahaan selain informasi dari mulut kemulut dari pelanggan. Hal senada juga diungkapkan oleh Kurtz, dan Clow, (1998;24) bahwa pengalaman pribadi, informasi yang diterima dari orang lain, serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan semuanya mempunyai dampak terhadap citra pelanggan terhadap perusahaan. Demikian pula seperti yang diungkapkan oleh Norman, 1991 dalam Kandampully dan Suhartanto (2000:347) Citra diperlukan untuk mempengaruhi pikiran pelanggan melalui kombinasi yang terdiri dari periklanan, humas, bentuk fisik, kata-mulut, dan berbagai pengalaman aktual selama menggunakan barang dan jasa
Menurut Petty dan Cacioppo, 1986 dalam Cornelissen (2000:120) berbagai tingkat pemahaman dalam konsep citra perusahaan didasarkan atas hubungan antara tingkat keterlibatan individu dengan objek dan tingkat dari pengembangan citra terhadap suatu objek. Keterlibatan tersebut dilihat sebagai sebuah konsekuensi dari kapasitas proses informasi bagi setiap individu sehingga memotivasinya terhadap objek tersebut Sebuah tingkat keterlibatan yang tinggi memiliki hubungan dengan sebuah tingkat dari pengembangan.
Citra akan tetap bertahan selama organisasi dapat melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. Ketahanan citra ini disebabkan bahwa dalam kenyataannya sekali seseorang memiliki citra tertentu terhadap suatu objek, orang-orang akan menerima, apa yang sesuai dengan citra yang dimiliki objek tersebut. Ketidaktahanan suatu citra disebabkan adanya informasi yang diberikan tidak jelas sehingga meningkatkan keragu-raguan dalam pikiran mereka, terlebih lagi ketika orang-orang tidak mengikuti perkembangan perubahan suatu objek.

23 Jun 2010

Ketidakpastian Dalam Bisnis


”Ketidakpastian” adalah kata kunci pentingnya suatu perusahaan memiliki berbagai alternatif strategi yang akan dijalankan, sehingga mampu bertahan dan bahkan perusahaan tetap bisa mencapai keuntungan yang diharapkan. Ini menyiratkan bahwa para pelaku bisnis saat ini, jika masih ingin tetap eksis tidak bisa menjadikan ”ketidakpasatian” sebagai alasan untuk mengeluarkan kebijakan ”Wait and See”, sebab harus diyakini oleh setiap pelaku bisnis bahwa ketidakpastian sudah sejak awal merupakan bagian dari bisnis yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu diperlukan teknik analisis, perencanaan, dan strategi baru berlandaskan asumsi situasi yang berbeda. Dengan kata lain, jika situasi berubah maka perusahaanpun harus mau melakukan perubahan atau penyesuaian terhadap strategi-strategi yang ada, dan itu berarti diperlukan berbagai pendekatan untuk mampu memprediksi masa depan.

Pendekatan tradisional adalah berusaha memprediksi masa depan dan kemudian merancang strategi memanfaatkan kekuatan internal dan peluang eksternal yang ditemukan. Dalam kenyataannya, ada banyak siatuasi yang tidak memungkinkan prediksi masa depan yang dapat digunakan. Menghadapi kenyataan ini, diperlukan pemahaman terhadap level ketidakpastian yang ada. Dalam pendekatan baru, para pakar strategi (Hugh Coumtey dkk, dalam artikel di Harvard Business Review), membagi ketidakpastian menjadi empat golongan besar, yaitu: (a) level pertama adalah ketid akpastaian yang rendah, dimana pada tahap ini dapat dilakukan prediksi yang cukup akurat; (b) level kedua adalah masa depan yang terdiri dari beberapa skenario; (c) level ketiga adalah spektrum kisaran masa depan, yaitu alternatif masa depan yang mungkin tida klah sekedar dua atau tiga kejadian yang deskrit seperti pada level kedua; (d) level keempat adalah ketidakpasatian total, yang merupakan ketidakpastian paling ekstrim.

Ketidakpastian ini juga mencakup adanya berbagai kebijakan baru yang dikeluarkan oleh para pesaing. Oleh sebab itu memiliki daya saing strategis dan laba di atas rata-rata adalah tantangan yang besar bagi setiap perusahaan. Daya saing strategis (strategic competitiveness) itu sendiri, dicapai apabila sebuah perusahaan berhasil merumuskan serta menerapkan suatu strategi yang mampu menciptakan nilai yang tidak mudah ditiru pesaing globalnya. Untuk dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan, maka keunggulan bersaing yang harus dimiliki adalah keunggulan bersaing yang berkesinambungan.

Suatu perusahaan diiyakini memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustained or sustainable competitive advantage), hanya setelah usaha pesaingnya meniru strategi mereka berakhir karena gagal. Dengan kata lain perusahaan pesaing tidak mampu meniru keunggulan strategi yang dimiliki, walaupun suatu perusahaan dapat mencapai keunggulan itu untuk sementara saja.

Untuk menciptakan keunggulan bersaing yang berkesinambungan, maka perusahaan harus bersaing dengan cara yang berbeda dengan kondisi sebelumnya, dan ini berarti perusahaan harus mengembangkan dan menerapkan strategi pencipta nilai yang tidak mudah ditiru oleh pesaing globalnya. Dengan informasi mengenai daya saing suatu negara, ekonomi global, dan globalisasi sebagai dasar, maka suatu perusahaan dapat membuat suatu model yang mencerminkan kondisi yang harus dipelajari setiap organisasi untuk memperoleh input strategis (strategic inputs) yang digunakan untuk memilih langkah strategis dalam mencapai profitabilitas yang tinggi.

Penekanan masing-masing model adalah berbeda. Model pertama menyatakan bahwa lingkungan eksternal merupakan penentu (determinant) utama dari langkah strategis perusahaan. Kunci dari model ini adalah berusaha dan bersaing secara sukses dalam industri yang menarik dan menguntungkan. Model kedua menyatakan bahwa sumber daya dan kemampuan unik dari perusahaan merupakan sarana utama untuk memiliki daya saing strategis.Secara khusus model ini menyatakan bahwa sumber daya dan kemampuan yang berharga , langka, tidak dapat ditiru dan tidak dapat dipertukarkan menunjukkan strategi macam apa yang harus disusun dan diterapkan perusahaan untuk mencapai tingkat keuntungan yang tinggi. Dengan demikian, dalam model kedua ini, lingkungan internal perusahaan merupakan penentu utama dari startegi-strateginya. Kedua pendekatan ini menyiratkan bahwa persaigan yang sukses membutuhkan suatu pengertian yang kuat dari perusahaan atas lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya. Berdasarkan analisis lingkungan internal dan eksternal, akan diperoleh informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk mempertahankan strateginya dan mengembangkan strategic intent dan strategic mission-nya.

Strategic intent, adalah pendayagunaan sumber daya internal, kemampuan serta kompetensi inti perusahaan untuk melakukan apa yang semula dianggap sebagai tujuan yang tidak dapat dicapai dalam lingkungan yang bersaing, sedangkan strategic mission adalah merupakan pernyataan tujuan unik perusahaan dan lingkup operasinya dalam hal produk dan pemasaran.

Relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri


Pendidikan tinggi saat ini menghadapi tantangan yang semakin berat dan luar biasa. Tantangan ini berupa kuantitas dan kualitas hasil keluaran suatu perguruan tinggi yang dihadapkan pada kebutuhan pasar tenaga kerja. Dengan komposisi tenaga kerja yang dihasilkan oleh perguruan tinggi selama ini, kelihatan bahwa daya serap pasar kerja semakin lama semakin kecil. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya, hasil lulusan yang lebih besar dari daya serap pasar tenaga kerja, keadaan ekonomi nasional yang belum pulih dari krisis, ketidak siapan dunia pendidikan tinggi kita dalam menghadapi kecepatan perubahan lingkungan bisnis. Masalah lain yang cukup besar adalah ketidaksesuaian antara teori yang diberikan kepada mahasiswa dengan kebutuhan industri

Praktik bisnis seringkali menuntut kemampuan (skill) dan pengetahuan (knowladge) yang lebih dari apa yang diperoleh mahasiswa ketika di bangku kuliah. Sehingga terjadi gab (kesenjangan) antara apa yang telah perguruan tinggi berikan dalam hal ini teori-teori kepada mahasiswa, yang hasil akhirnya adalah kemampuan akademik dengan kebutuhan dunia bisnis. Kesenjangan ini mengakibatkan semakin kecilnya peluang bagi hasil keluaran suatu perguruan tinggi untuk berkompentisi di pasar tenaga kerja.

Berdasarkan hal tersebut kiranya perlu dilakukan perubahan kurikulum yang lebih berorentasi pada kebutuhan kerja saat ini. hal ini dapat dilakukan bila dalam proses pembuatan kurikulum yang melibatkan stakeholder dari beberapa pihak yang nantinya akan menjadi pengguna hasil keluaran.

Orentasi Pasar

Market orientation atau orentasi pasar menurut Narver and Slater (1990) “as the competitive strategy that most efficiently generates the right kinds of behavior to create enhanced value for the consumer and therefore assures better long-term resultsfor corporations.” Dari pengertian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang berorentasi pasar senantiasa melakkukan efisiensi dan selalu berusaha menciptakan nilai lebih bagi pelanggannya yang diharapkan akan dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Bai, 2004) bahwa orientasi pasar adalah suatu komitmen untuk menyampaikan sejumlah nilai yang superior bagi pelanggan. Pendapat Cravens. (2000:6) menganai orientasi pasar adalah suatu orientasi bisnis, sehingga pelanggan dijadikan sebagai vocal point dan totalitas operasional perusahaan.
Kohli & Jarowski (1990) mendefinisikan orientasi pasar sebagai berikut:
“Market orientation is the oranizationwide generation of market intelligence pertainning to current and future customer needs, dissemination of the intelligence across departemenis, and organizationwide responsiveness to it “.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik tiga hal pokok yakni pertama, orientasi pasar merupakan penggenerasian inteligensi atau penelitian pasar ke seluruh perusahaan guna mengetahui kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang (intelligence generation). Ketiga. penyebaran ke seluruh perusahaan (intelligence dissemination). Ketiga. pertanggungjawaban terhadap inteligensia pasar tersebut (responsiveness).
Orientasi pasar bernilai bagi perusahaan karena dapat membantu perusahaan untuk memusatkan perhatian : pertama, pengumpulan informasi tentang kebutuhan pelanggan sasaran dan kemampuan pesaing secara terus menerus. Kedua, orientasi pasar dapat menggunakan informasi tersebut untuk menciptakan nilai pelanggan secara berekelanjutan (Slater & Nerver, 1995). Kedua hal tersebut diusahakan secara terintegrasi ke semua bagian atau departemen yang ada dalam rangka peningkatan kineija perusahaan (Kohli & Jarowslci. 1990). Bisnis yang mengembangkan orientasi pasar akan dapat memperbaiki kinerja pasarnya (Narver & Slater. 1990).
Pada prinsipnya, orientasi pasar merupakan perwujudan konsep bahwa upaya pemasaran perusahaan merupakan tanggung jawab semua departemen dan fungsi. Perspektif yang serupa dengan itu adalah Total Quality Management (TQM,. Filosofi TQM menekankan bahwa semua departemen dan karyawari harus berkomitmen dan berbagi tanggung jawab atas kualitas. Pemasaran memainkan peranan penting dan paling bertanggung jawab atas identifikasi prioritas kebutuhan dan perhatian pelanggan secara jelas. Dalam hal ini, manajer pemasaran wajib merancang metode pengumpulan dan .pengkomunikasian informasi mengenai kehutuhan dan preferensi pelanggan kepada unit-unit lainnya. Tanpa informasi tersebut, unit-unit seperti pembelian, produksi, dan R&D tidak akan mampu memberikan kulitas dalam rangka nenciptakan keunggulan kompetitif secara berkesinambungan. Seperti yang diungkapkan oleh Low et.al (2007:879) menyatakan orentasi pasar juga harus dikomunikasikan, diinterprestasikan dan diseminasikan melalui komunikasi informasi pada beberapa bagian di perusahaan.
Orientasi pasar membantu pihak manajemen dalam mengidentifikasi kapabilitas unik dan pelanggan yang tuntutan nilainya bisa selaras dengan kapabilitas tersebut. Strategi orientasi pasar yang sukses bakal mengarah pada kinerja superior. Orientasi pasar merupakan kombinasi antara budaya kornitmen pada nilai pelanggan dan proses peciptaan niai superior bagi para konsumen. Untuk itu, dibutuhkan fokus pada pelanggan inteligensi pesaing, kerja sama, serta keterlibatan lintas fungsional. Keherhasilan implernentasi orientasi pasar ditunjang pula oleh kcmampuan ruengidentifikasi dan memperluas kapabilitas unik.
Kapabilitas merupakan kesatuan utuh dan.kompleks yang meliputi keterampilan dan pengetahuan akumulatif yang dilaksanakan melalui proses organisasional dan memungkinkan perusahaan mengkoordinasikan berbagai aktivitas dan memanfaatkan asetnya. Kapabilitas unik memiliki beberapa persyaratan, di antaranya: (1) memberikan kontribusi disproporsional (lebih besar) bagi nilai pelanggan superior; (2) memungkinkan organisasi rnenawarkan nilai kepada para pelanggan secara lebih cost- effective, (3) superior dibandingkan para pesaing, (4) sulit diduplikasi pesaing, dan (5) dapat diterapkan pada berbagai situasi kompetitif.
2.1.2.2 Pengukuran Orentasi Pelanggan
Craven (2000:7) menyatakan bahwa orientasi pasar mempunyai 3 karakteristik yakni (1), fokus pada pelanggan (customer focus)., (2), intelijen pesaing (competitor intelligence) dan (3). koordinasi antar fungsi (cross functional operation). Sedangkan menurut Be (1997:8), sebuah perusahaan dengan kekuatan orientasi pasar harus mempunyai tiga ciri atau karakteristik yaitu customer focus, competitor orientation, di team approach.
Basri (2004) mengukur orientasi pasar menggunakan dimensi fokus pelanggan, orientasi pesaing. koordinasi antar fungsi, fokus laba, dan fokus rencana jangka panjang. Setiap dimensi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan beberapa pengukuran inovasi yang telah dikemukakan oleh peneliti terdahulu, maka dalam penelitian ini orentasi pasar UKM dapat diukur oleh fokus pelanggan, orentasi pesaing dan fokus laba. Adapaun penjelasan pengukuran dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Fokus Pelanggan
Secara tradisional pelanggan diartikan orang yang membeli dan menggunakan produk. Pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi atau bertransaksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena pelanggan adalah pengguna akhir produk, sedangkan orang yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses produksi berlangsung adalah dianggap sebagai pemasok, yang keduanya berada di luar perusahaan.
Gaspersz (2002:33) mendefenisikan pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada performansi (performance) perusahaan. Maine, dalam Gasversz, (2000:34) memberikan beberapa defenisi tentang pelanggan, yaitu :
1.Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang
tergantung padanya.
2.Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada keinginannya.
3.Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan.
4.Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelanggan (customer) adalah setiap orang atau badan yang berada baik dalam perusahaan maupun yang berada diluar perusahaan. Zulian Yamit (2002:77) mengidentifikasi dan mengklasifikasikan pelanggan atas:
1.Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau organisasi.
2.Pelanggan perantara (intermediate customer), adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan merupakan pemakai akhir dari produk.
3.Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir yang sering disebut sebagai pelanggan yang nyata (real customer).
Setiap perusahaan hidup dari pelanggannya, karena itu pelanggan merupakan satu-satunya alasan keberadaan suatu perusahaan. Dengan demikian kepuasan pelanggan wajib menjadi prioritas setiap perusahaan. Berfokus pada pelanggan melalui usaha memahami kebutuhan, keinginan dan harapan mereka merupakan kunci memenangkan persaingan global yang demikian ketat, (Fandy Tjiptono, 1997:1). Hal ini diperkuat oleh Hutt dan Speh (1992:216), bahwa market driven organization memiliki tingkat focus yaitu pertama, komitmen terhadap proses, kepercayaan dan nilai yang menembus seluruh aspek aktivitas, kedua pemahaman yang tajam dan mendalam tentang kebutuhan dan perilaku pelanggan, serta tujuan dan kemampuan pesaing, ketiga untuk tujuan pencapaian kinerja superior dengan pemuasan kebutuhan pelanggan yang lebih baik dibandingkan yang diberikan pesaing.
Goetsch dan Davis (2000:175) menyatakan beberapa keunggulan yang diperoleh perusahaan yang berfokus pada kepuasan pelanggan, diantaranya :
1.The customer must be the organization’s top priority. The organization’s survival depends on the customer.
2.Reliable customers are the most important customers. A reliable customeris one who buys repeatedly from the same organization. Customers who are satisfied with the quality of their purchases from an organization become reliable customers. Therefore, customer satisfaction is essential.
3.Customer satisfaction is ensured by high-quality products, it must be renewed with every new purchase.
Pernyataan tersebut mengarahkan agar perusahaan dapat menjadikan konsumen sebagai prioritas utama dengan cara memberikan jaminan kualitas produk yang tinggi, untuk mendapatkan pelanggan yang nyata dan loyal, yang pada akhirnya akan meningkatkan penjualan.
2. Orentasi Pesaing
Orientasi pesaing berarti bahwa perusahaan harus memahami kekuatan dan kelemahan jangka pendek serta kemampuan dan strategi jangka panjang dari pesaing saat ini dan pesaing potensial, Day & Wensley (1998); Porte, (1994). Startegi yang efektif dalam orientasi pasar telah menciptakan nilai pelanggan tidak hanya memerlukan perhatian pada pelanggan tetapi juga membutuhkan strategi pesaing. Deshpande, Farley dan Webster (1993), menyatakan bahwa fokus yang tidak seimbang pada pesaing juga tidak diinginkan karena perhatian ekslusif pada persaingan dapat melupakan pelanggan.
Menurut Gordon, (2002:143), menyatakan bahwa intelijen pesaing merupakan proses perolehan dan penganalisaan informasi yang tersedia secara umum untuk mencapai berbagai tujuan perusahaan dengan fasilitas pembelajaran oraganisasional, perbaikan, perbedaan serta sasaran pesaing. Intelijen pesaing dilakukan untuk membantu perusahaan dalam hal sebagai berikut :
a.memahami kekuatan dan kelemahan para pesaing spesifik serta sejumlah kesempatan dan ancaman yang mereka tampilkan serta memprediksikan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
b.Memperbaiki beberapa perbedaan strategic, positiong, operations dan finacial perfomance.
c.Bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang langka seperti sumberdaya manusia, waktu, uang dan pengetahuan.
d.Memenangkan faktor-faktor kunci keberhasilan seperti customer relationship, customer access, customer influence dan channel support.
e.Menghindari berbagai kesalahan yang mungkin dilakukan oleh pesaing.
f.Mempertahankan atau meningkatkan share of customer dan memenangkan para pelanggan pesaing.
Intelijen pesaing bukan merupakan suatu hasil melainkan sebuah proses untuk menjadikan perusahaan lebih kompetitif dengan sejumlah input, output dan aktivitas lainnya.

3. Fokus pada Laba
Manfaat yang diperoleh suatu industri manufaktur atau jasa dari profit focus adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasil keuntungan di masa datang. Namun bila profit merupakan ukuran tingkat keberhasilan masa lalu perusahaan, maka kepuasan pelanggan merupakan ukuran bagi profit masa datang. (Doyle, 1998:43)
A Garwal et.al (2003:81) dalam sebuah penelitiannya mengenai orentasi pasar dan kinerja pemasaran menunjukkan bahwa orentasi yang terdiri dari prentasi pelanggan, orentasi pesaing dan koordinasi antar fungsi memberi pengaruh nyata terhadap kinerja perusahaan.

16 Jun 2010

Memaksimalkan Potensi Retribusi Parkir Kota Palu

Apabila di tinjau dari peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan penggunaan transportasi dari tahun ke tahun di Kota Palu dirasakan meningkat. Saat ini bila kita lihat di tiap pinggir jalan di Kota Palu, hampir sebagian besar di dirikan ruang usaha dan memiliki lahan parkir. Walauapun tidak semua memiliki pengelolaan parkir, namun ada beberapa titik parkir yang padat dan terdapat petugas parkirnya
Retribusi parkir sesungguhnya menyimpan potensi yang cukup besar sebagai penyumbang PAD Kota Palu. Tumbuhnya kawasan niaga yang saat ini mulai menjamur di wilayah Kota palu merupakan sumber retribusi parkir yang cukup besar. Potensi ini dapat di manfaatkan bila mana dilakukan pengelolaan yang baik an transparansi oleh pemerintah daerah.
Pada tahun 2008 target penerimaan dari retribusi parkir di Kota Palu sebesar Rp. 185,328,000 dan terelialisasi 100. Bila di lihat dari angka tersebut, apakah memang hanya sebesar itu potensi parkir yang ada di Kota Palu? Besaran retribusi parkir di Kota Palu di payungi oleh Perda yan menetapkan sebesar 20 persen dari penghasilan tiap bulan. Dengan penetapan 20 persen dari penghasilan tersebut, potensi parkir yang di peroleh sesungguhnya adalah Rp. 333,590,400. Bila dilihat dari jumlah titik parkir di Kota Palu, nilai tersebut masih reatif kecil. Apabila di asumsikan titik parkir di kota palu hanya sejumlah 20 titik parkir, dan hanya dikhususkan pada parkir motor dengan biaya parkir Rp. 500, maka rata-rata tiap hari titik parkir Kota Palu hanya terisi 93 buah motor. Hal ini berarti tiap jam dengan masa kerja 12 jam rata-rata perjam terisi hanya 8 motor.
Melihat kondisi tersebut, sesunguhnya masih relatif kurang penetapan target perolehan dari retribusi parkir di Kota Palu.
Penetapan Potensi Parkir
Perlu bagi pememrintah Kota palu untuk melakukan analisis dalam menetapkan berapa sesungguhnya potensi retribusi yang dapat di peroleh oleh Pemda pada tiap titik-titik parkir. Saat ini penetapan besaran nilai yang diperoleh dari tiap-tiap titik parkir belum dilakukan secara mendalam. Kondisi ini menyebabkan belum maksimalnya perolehan retribusi dari parkir.
Swastanisasi Pengelolaan Parkir
Model pegelolaan swastanisasi dapat dilakukan oleh pemda untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pelayanan parkir. Kerjasam antara pemda dengan pihak ke tiga dalam pengelolaan parkir diharapkan dapat memberikan kepastian nilai yang diperoleh pemda dari retribusi melalui konrak kerjanya.karena salama ini melalui bentuk kerjasama dengan pihak ketiga, kebocoran dan penguapan retribusi dapat diminimalkan.

19 Mei 2010

Menjaring suara pilkada melalui melalui iklan, efektifkah?

iklan dalam ilmu pemasaran merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk membangun awareness konsumen terhadap suatu produk. komunikasi ini dilakukan melalui iklan TV, Radio maupun poster dan beberapa bentuk komunikasi iklan lainnya. saat ini bentuk komunikasi ini sangat populer digunakan bagi para kandidat pilkada guna menjaring suara dalam pemilihan pilkada.
komunikasi melalui ikan yang paling populer bagi para calon kandidat saat ini adalah poster dalam bentuk billboard yang dipajang dijalan. hampir semua calon kandidat diseluruh kota dan kabupaten memanfaatkan media komunikasi ini untuk meraih suara, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana keefektifan iklan dalam meraih suara masyarakat.
bila kita tilik tujuan iklan sesungguhnya untuk memperkenalkan dan mengingatkan akan suatu produk dan baru masuk oada tahapan mind share belum masuk pada heart share.untuk mencapai heart share dubutuhkan ada keterlibatan antara perusahaan dan konsumen yang lebih.
dalam konteks komunikasi politik juga dirasakan hal yang sama, iklan melalui poster masih dianggab sebagai pengenalan dan pengingat kandidat, perlu komunikasi yang lain untuk dapat lebih mempengaruhi perilaku pemilih untuk melakukan action. bentuk personal selling, direct selling dan promosi penjualan lebih bertujuan untuk mencipakan hard sales. dalam komunikasi ini bentuk komunikasi personal melibatkan kedua belah pihak secara interaktif.
promosi penjualan dapat dilakukan melalui event-event yang dilakukan oleh kandidat dalam suatu wilayah tertentu yang menjadi target, adanya komunikasi secara langsung baik kandidat maupun juru bicara sangat penting untuk membangun reletionship yang lebih kuat.